TUGAS
ILMU BUDAYA DASAR (IBD)
“LATAR BELAKANG KOTA TUA”
KELOMPOK :
FADHILAH DINA N
FARHAN SAPTA
LUTFANI NABILA
INDRA CAHYADI
IRA IMILDA
SRI DEWI
SEPTIYANI
UNIVERSITAS
GUNADARM
BAB
I
PENDAHULUAN
Di
Indonesia istilah Ilmu Budaya Dasar dikembangkan sebagai pengganti istilah
basic “humanitiesm” atau bahasa Inggrisnya “the Humanities” yang artinya
manusia, berbudaya dan halus dan dalam bahasa latin yaitu “humnus“. Diharapkan
seseorang akan menjadi lebih berbudaya, lebih halus dan lebih manusiawi dengan
mempelajari the humanities
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Terbentuknya Kota Tua Jakarta
diawali dengan munculnya sebuah kerajaan yang bernama Padjadjaran, jauh sebelum
dikenal Sunda Kalapa. Nama Sunda Kalapa sendiri merupakan nama resmi tertua
dari Kota Jakarta yang terdiri atas dua unsur yaitu “Sunda” dan “Kalapa”. Nama
Sunda dalam Sunda Kalapa baru muncul pada abad ke 10, disebutkan didalam
prasasti Kebon Kopi II yang berangka tahun 854 Saka (932 Masehi). Pada masa
sekarang ibukota dari Kerajaan Padjdjaran terletak di Batu Tulis, sebuah daerah
yang berada di Bogor, Jawa Barat. Letak ibukota kerajaan ini dinyatakan dalam
Prasasti Batutulis yang berangka tahun 1355 Saka (1433 Masehi), yang
menyebutkan sebuah kota bernama Pakuan Padjadjaran.
Bersamaan
dengan perkembangan kerajaan Padjadjaran, datanglah Bangsa Eropa pertama yang
berhasil menginjakkan kaki di Sunda Kalapa yaitu Portugis. Kedatangan Portugis
pertama di Sunda Kalapa pada tahun 1513 Masehi dibawah pimpinan De Alvin.
Ekspedisi kedua bangsa Portugis di bawah pimpinan Henrique Leme, bertujuan
untuk mencari rempah-rempah dan mendirikan benteng perdagangan. Keinginan
Portugis membuat benteng perdagangan di Sunda Kalapa ini terwujud dengan adanya
perjanjian antara Prabu Surawisesa dengan Portugis pada tahun 1522. Perjanjian
ini disebut sebagai perjanjian international pertama yang dilaksanakan di
Nusantara, perjanjian ini dilakukan di Kota Pakuan Padjadjaran dan diabadikan
dalam sebuah Padrao.
Seiring dengan adanya kerjasama
antara kerajaan Padjadjaran dan Portugis, terjadi perkembangan yang signifikan
terhadap kekuasaan Portugis di Sunda Kalapa. Melihat perkembangan kekuasaan
Portugis yang begitu pesat, Kerajaan Demak dibantu oleh kerajaan Cirebon
melakukan penyerangan terhadap Sunda Kalapa dibawah pimpinan Pangeran Fatahilah
pada tahun 1526-1527. Dalam serangan tersebut Portugis berhasil dikalahkan dan
Sunda Kalapa berhasil direbut dari kekuasaan Portugis. Jatuhnya Sunda Kalapa ke
tangan Pangeran Fatahilah menandai berubahnya nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta
pada tahun 1527.
Bangsa
Eropa kedua yang berhasil singgah di Jayakarta adalah Belanda dibawah pimpinan
Cornelis De Houtman dengan tujuan berdagang dan mencari rempah-rempah. Setelah
kedatangan tim ekspedisi Belanda dibawah pimpinan De Houtman, semakin banyaklah
orang Belanda yang datang dan singgah di Jayakarta untuk berdagang
rempah-rempah. Perdagangan yang tidak teratur ini membuat Belanda kalah dengan
Inggris yang telah pula berdagang di Jayakarta. Akhirnya, didirikanlah sebuah
persekutuan dagang Belanda yang bernama Vereenigde Oostindische Compagnie atau
yang biasa disingkat VOC pada tahun 1602. Tujuan didirikannya VOC adalah untuk
untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Asia dan memperkuat diri terhadap
ancaman persatuan dagang Inggris yaitu EIC.
Tahun 1619 Belanda merebut Jayakarta
dari Pangeran Fatahillah serta mengganti namanya menjadi Batavia. Penyerangan
ini dipimpin oleh Gubernur Jenderal J.P. Coen. Sekitar 180 tahun berselang, VOC
mengalami kemunduran yang luar biasa akibat banyaknya korupsi dan
ketidakberesan yang terjadi didalam tubuh VOC. Hingga akhirnya pada tahun 1799
VOC resmi dibubarkan, dan berdirilah pemerintahan yang berada langsung dibawah
kerajaan Belanda, diperintah oleh Raja Louis Napoleon.
Setelah pemerintahan Belanda di
Nusantara berada dalam pengawasan langsung Kerajaan Belanda, maka diangkat
beberapa Gubernur Jenderal baru utnuk memerintah dan bertanggung jawab terhadap
Hindia Belanda. Salah satu yang cukup terkenal adalah Daendels yang memerintah
sejak tahun 1808, juga terkenal sebagai pemimpin yang keras dan disiplin.
Keputusan yang dibuat oleh Daendels turut berperan dalam pembangunan kota
Batavia, diantaranya pembangunan pabrik senjata, pembangunan jalan raya,
pembangunan benteng pertahanan dan lain sebagainya. Pemerintahan Belanda
berakhir sepenuhnya di Nusantara setelah Belanda menyerah tanpa syarat kepada
Jepang melalui perundingan Linggarjati pada tahun 1942.
Berakhirnya masa pemerintahan
Belanda di Nusantara bukanlah akhir dari masa penderitaan dan penjajahan bangsa
asing di Nusantara. Dengan ditandatanganinya perjanjian Linggarjati, kekuasaan
atas Nusantara dilimpahkan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah Jepang.
Masa pendudukan Jepang di Nusantara tergolong sangat singkat. Jepang berkuasa
sejak tahun 1942 hingga 1945. Dalam propagandanya Jepang menyebarkan paham 3A
yaitu Jepang sebagai pemimpin, pelindung, dan cahaya Asia. Jepang berharap
dengan tampilnya sebagai “kakak besar” bangsa Indonesia, maka masa
pendudukannya akan lebih mudah diterima oleh Rakyat Indonesia. Tujuan utama
dari pendudukan Jepang ini adalah untuk membentuk persemakmuran berasama dengan
Asia Timur Raya. Jepang menjadikan Batavia bentukan Belanda sebagai pusat
kekuatan Jepang. Pada saat Jepang terlibat dalam perang dunia II, Batavia yang
telah berganti nama menjadi Jakarta dijadikan tempat pelatihan tentara, tempat
pemerintahan pusat, serta tempat pemusatan kekuatan militer Jepang. Jepang juga
melatih putera-puteri Indonesia untuk siap berperang dengan dibentuknya PETA.
Demi mengambil hati rakyat Indonesia, Jepang juga menjanjikan kemerdekaan,
salah satu caranya dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Maret 1945.
Keputusan Jepang untuk melibatkan
diri dalam Perang Dunia II adalah hal yang fatal. Pada tahun 1945, Sekutu
menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, dua kota penting milik Jepang.
Peristiwa ini dipergunakan oleh pemuda Indonesia untuk mendesak angkatan tua
untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya setelah melalui
pertimbangan matang, pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya di Jakarta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur No. 17. Lokasi
pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan adalah rumah dari tokoh nasional
Indonesia yaitu Soekarno. Pada saat pembacaan naskah Proklamasi, Soekarno
ditemani oleh Hatta. Keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia
pertama. Penyebar luasan berita mengenai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dilakukan melalui stasiun radio RRI Jakarta.
Semenjak
kemerdekaan Indonesia di proklamirkan, Jakarta menjadi pusat pemerintahan dan
Ibukota Indonesia. Jakarta pernah kehilangan perannya sebagai ibukota Negara
saat situasi pra kemerdekaan tidak kondusif dan ibukota serta pusat
pemerintahan terpaksa dipindahkan ke Jogjakarta. Namun pemindahan ibukota ini
tidak permanen, sehingga setelah kondisi aman Ibukota dan Pusat pemerintahan
Indonesia dikembalikan ke Jakarta hingga sekarang.
B.
Peta Pembagian
Zona Kota Tua
1.
ZONA 1: Kawasan Sunda
Kelapa
Zona
yang masuk kewilayah jakarta utara ini memiliki visi pengembangan semarak
bahari visi tersebut berkaitan dengan beberapa fungsi yang ada di zona 1 yang
tidak hanya sebagai pelabuhan tradisional, tetapi juga sebagai pusat wisata
bahari dan pasar ikan yang menjual berbagai hasil laut.
1.1
Pelabuhan Sunda Kelapa
1.2Museum Bahari
1.2 Menara
Syahbandan
`1.4 Pasar Ikan
1.5
Galangan VOC
ZONA 2 : Kawasan Taman
Fatahillah
Sebagai kawasan pusat kota lama maka visi mengarah pada “
memori pusat kota lama”. Berfungsi sebagai perkantoran skala besar dan kecil,
universitas, wisata seni dan budaya, serta fungsi campuran.
2.1 Museum
Bank Mandiri
Posisinya tepat di sebelah Museum Bank Indonesia yang menempati gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) yang merupakan perusahaan dagang milik Belanda dan berkembang menjadi perusahaan bidang perbankan. Museum ini menampilkan koleksi terkait aktivitas perbankan tempo dulu dan perkembangannya, termasuk perlengkapan operasional bank, surat berharga, mata uang kuno dan brankas.
2.2 Museum
Fatahillah
Museum ini dikenal juga sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia yang berdiri di atas tanah seluas 1.300 meter persegi. Dulunya gedung ini adalah Balai Kota (Stadhus dalam bahasa Belanda) yang meyerupai Istana Dam di Amsterdam. Terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat, serta bangunan sanding sebagai kantor, ruang pengadilan dan ruang bawah tanah sebagai penjara. Pengunjung yang datang akan disuguhi berbagai koleksi di Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung dan Ruang MH Thamrin.
2.3 Museum
Seni Rupa dan Keramik
Lokasinya
berada di seberang Museum Sejarah Jakarta. Museum ini memajang keramik lokal dari
berbagai daerah di Indonesia, mulai dari era Majapahit abad ke-14 hingga
berbagai negara. Awalnya gedung ini dibangun untuk Kantor Dewan Kehakiman pada
Benteng Batavia, hingga asrama militer TNI. Namum, baru pada 1990 bangunan ini
digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik yang dikelola oleh Dinas
Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta. Berbagai koleksi seniman Indonesia
sejak 1800-an hingga saat ini ada di museum ini. Di museum ini, seni lukis
Indonesia dibagi dalam beberapa kategori sesuai periodisasi. Selain itu,
koleksi keramik juga terdapat di tempat ini, baik dari daerah maupun
mancanegara.
2.4
Kantor pos Indonesia
2.5 Stasiun Jakarta Kota
Toko Merah
2.6
Jembatan Kota Intan
2.7
Cafe Batavia
2.8
Museum Wayang
ZONA
3 : Pecinan
Pada zona ini terdapat
deretan ruko yang memiliki atap bergaya oriental dan dikenal sebagai kawasan
pecinan. Merupakan salah satu pusat obat
terbesar dijakarta
3.1 Kawasan Pecinan
ZONA
4 : Kawasan Perkampungan Multi Etnis (Pekojan)
Pada
awalnya kawasan ini oleh pemerintah Belanda di khususkan sebagai permukiman
orang orang arab, namun seiring berjalannya waktu beberapa etnis lain seperti
TiongHoa dan Betawi juga tinggal di daerah ini
4.1 Pekojan
ZONA
5: Kawasan Pusat Bisnis Kota Tua
Daerah yang termasuk didalam kawasan
ini adalah jembatan lima, tambora dan Glodok
5.1 Pusat Bisnis Kota Tua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar